Jika kita membaca sekilas saja, Kitab Pengkhotbah sepertinya
memberikan banyak pernyataan dan gambaran yang berkontradiksi dengan
ajaran Alkitab lainnya. Gambaran suatu hidup yang pesimis, skeptis,
rasionalis bahkan fatalis. Betulkah demikian? Hal ini masih ditambah
lagi dengan banyaknya pernyataan dalam Kitab Pengkhotbah yang nampaknya
bertentangan, misalnya dengan kitab hikmat lainnya, yaitu Amsal. Namun
sesungguhnya untuk lebih memahami hidup dan realitas hidup yang
multidimensi ini, maka kitab Pengkhotbah akan saling melengkapi dengan
kitab Amsal.
Mengapa Pengkhotbah (Qoheleth) melukiskan suatu gambaran hidup yang gelap, suatu kesuraman dan ironisnya sebuah kehidupan? Ada beberapa alasan.
Pertama, Pengkhotbah ingin menunjukkan
bahwa tanpa Allah hidup ini tiada artinya sama sekali. Dia menghancurkan
keyakinan manusia atas dirinya sendiri, yaitu bahwa segala pencapaian
dan tujuan duniawi tidak akan pernah memuaskan hidupnya. Oleh karena itu
arti hidup dan kebahagiaan hidup tidak akan dapat dicapai jika tidak
memasukkan gambaran Allah dalam hidup manusia.
Kedua, hidup ini tidak dapat sepenuhnya
dipahami. Sekalipun manusia mempunyai hikmat yang tinggi, hidup ini
penuh misteri. Oleh karena itu kita harus hidup oleh iman dan bukan oleh
apa yang kita saksikan (live by faith not live by sight). Hal ini sama seperti yang secara konsisten dikatakan oleh Alkitab, “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Habakuk 2:4; Roma 1:17).
Hidup penuh teka-teki yang rumit, banyak pertanyaan tentang hidup tidak
terjawab, ketidakadilan yang tidak bisa dimengerti; hidup penuh dengan
ketidakpastian; semuanya itu kita jumpai dalam kenyataan hidup
sehari-hari. Pengkhotbah menunjukkan baik keterbatasan manusia maupun
fakta bahwa manusia mau tidak mau menghadapi banyak misteri dalam
hidupnya. Hidup di bawah matahari tidak akan membawa kita kepada
kepuasan. Oleh karena itu, kita harus hidup bukan hanya melihat secara
horisontal, namun juga harus melihat secara vertikal, yaitu melihat ke
atas kepada Allah. Hidup takut akan Dia. Hidup beriman, percaya kepada
Tuhan. Tuhan memberi kekekalan dalam hati manusia, maka manusia selalu
mencari sesuatu yang lebih (something beyond), tetapi manusia tidak pernah mengerti sepenuhnya.
Ketiga, Pengkhotbah memberikan pandangan hidup yang realistik untuk meng-counter dan menyeimbangkan hidup yang terlalu optimistik (unqualified optimistic)
dari hikmat tradisional. Kitab Pengkhotbah melengkapi kitab Amsal dalam
memandang realitas hidup ini. Kitab Amsal memandang hidup ini tanpa
perkecualiaan, sedangkan kitab Pengkhotbah memandang hidup ini dengan
adanya begitu banyak perkecualian. Jadi sesungguhnya kedua kitab ini
saling melengkapi dan bukannya saling berkontradiksi. Keduanya, Amsal
dan Pengkhotbah akan memberikan gambaran yang utuh tentang hidup
manusia.
Keempat, satu-satunya jawaban terhadap arti
hidup manusia adalah takut akan Allah dan menikmati hidup yang
dikaruniakan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya. Apakah arti
hidup ini? Pengkhotbah akan menjawab, “Takutlah akan Allah!” (Pengkhotbah 12:13). Hidup bersama Tuhan adalah suatu kehidupan yang berharga untuk dihidupi (worth living). Solus Christus. Soli Deo Gloria.[JS