Surat Filemon adalah surat permohonan ampun atas kesalahan orang
lain. Pengampunan ini sejalan dengan berita Injil, yaitu bahwa Tuhan
sudah mengampuni dosa manusia. Mengampuni ini mencakup melupakan segala
kesalahan yang pernah dilakukan, memulihkan hubungan yang retak, dan
menyembuhkan luka batin. Dari sudut pandang inilah, kita akan memahami
surat Filemon.
Surat Filemon yang hanya terdiri dari 25 ayat ini dapat dibagi menjadi empat bagian:
Pertama, ucapan syukur Paulus atas Filemon sahabatnya (1:1-7).
Kedua, permohonan agar Filemon mengampuni dan menerima Onesimus (1:8–16).
Ketiga, janji Paulus kepada Filemon (1:17–22).
Keempat, salam dari kawan-kawan sepelayanan Paulus (1:23–25)
Surat Filemon ditulis sewaktu Paulus dipenjara di kota Roma.
Kemungkinan, ia mengirimkan surat ini ke Kolose melalui Onesimus dan
Tikhikus (Kolose 4:7-9).
Onesimus menjadi percaya kepada Tuhan Yesus karena pelayanan Paulus,
bahkan ia menjadi asisten Paulus yang berguna (1:11), sampai-sampai
Paulus berniat menahan Onesimus untuk membantu pelayanannya (1:13).
Namun, Paulus sadar bahwa ada permasalahan yang perlu diselesaikan
dengan Filemon, mantan majikan Onesimus yang notabene adalah sahabat dan
rekan sekerja Paulus (1:1).
Menurut hukum Romawi saat itu, budak yang melarikan diri bisa dihukum
mati dan ini akan menghalangi pemberitaan Paulus serta pelayanan
Filemon selaku pemimpin jemaat di rumahnya (1:2). Sekalipun surat ini
bersifat pribadi, namun ditujukan juga kepada pemimpin yang lain seperti
Apfia dan Arkhipus, serta kepada jemaat di rumah Filemon (1:1-2). Jadi,
masalah larinya omesimus paling tidak sudah diketahui oleh jemaat di
rumah Filemon. Situasi ini akan semakin sulit bila Paulus menahan
Onesimus, sekalipun sekarang Onesimus sudah menjadi anak Tuhan. Bahwa
Paulus bersedia mengganti rugi akibat perbuatan Onesimus menunjukkan
betapa seriusnya kasus Onesimus dengan Filemon ini. Paulus memandang
perlu suatu upaya rekonsiliasi demi kemajuan injil dan kesaksian gereja,
dan ia mengajukan surat permohonan ini agar Filemon dapat menerima
Onesimus kembali.
Sungguh sebuah pembelajaran yang berharga bagi gereja mula–mula
maupun bagi gereja saat ini bahwa umat yang memberitakan berita injil
patut memiliki integritas dan kesaksian hidup yang baik. Dalam hal ini,
surat ini tidak hanya berbicara kepada pihak yang “benar“ (Filemon),
namun juga kepada si pembuat masalah ( Onesimus ) yang sekalipun telah
bertobat, masih tetap perlu menyelesaikan permasalahannya. [