Konon di atas langit (banua ginjang, nagori atas) adalah seekor ayam
bernama Manuk Manuk Hulambujati (MMH) berbadan sebesar kupu-kupu besar, namun
telurnya sebesar periuk tanah. MMH tidak mengerti bagaimana dia mengerami 3
butir telurnya yang demikian besar, sehingga ia bertanya kepada Mulajadi Na
Bolon (Maha Pencipta) bagaimana caranya agar ketiga telur tsb menetas.
Mulajadi Na Bolon berkata, “Eramilah seperti biasa, telur itu akan
menetas!” Dan ketika menetas, MMH sangat terkejut karena ia tidak mengenal
ketiga makhluk yang keluar dari telur tsb. Kembali ia bertanya kepada Mulajadi
Nabolon dan atas perintah Mulajadi Na Bolon, MMH memberi nama ketiga makhluk
(manusia) tsb. Yang pertama lahir diberi nama TUAN BATARA GURU, yang kedua OMPU
TUAN SORIPADA, dan yang ketiga OMPU TUAN MANGALABULAN, ketiganya adalah lelaki.
Setelah ketiga putranya dewasa, ia merasa bahwa mereka memerlukan seorang
pendamping wanita. MMH kembali memohon dan Mulajadi Na Bolon mengirimkan 3
wanita cantik : SIBORU PAREME untuk istri Tuan Batara Guru, yang melahirkan 2
anak laki laki diberi nama TUAN SORI MUHAMMAD, dan DATU TANTAN DEBATA GURU
MULIA dan 2 anak perempuan kembar bernama SIBORU SORBAJATI dan SIBORU DEAK
PARUJAR. Anak kedua MMH, Tuan Soripada diberi istri bernama SIBORU PAROROT yang
melahirkan anak laki-laki bernama TUAN SORIMANGARAJA sedangkan anak ketiga, Ompu
Tuan Mangalabulan, diberi istri bernama SIBORU PANUTURI yang melahirkan TUAN
DIPAMPAT TINGGI SABULAN.
Dari pasangan Ompu Tuan Soripada-Siboru Parorot, lahir anak ke-5 namun
karena wujudnya seperti kadal, Ompu Tuan Soripada menghadap Mulajadi Na Bolon (Maha
Pencipta). “Tidak apa apa,
berilah nama SIRAJA ENDA ENDA,” kata Mulajadi Na Bolon. Setelah anak-anak
mereka dewasa, Ompu Tuan Soripada mendatangi abangnya, Tuan Batara Guru
menanyakan bagaimana agar anak-anak mereka dikawinkan.
“Kawin dengan siapa? Anak perempuan saya mau dikawinkan kepada laki-laki
mana?” tanya Tuan Batara Guru.
“Bagaimana kalau putri abang SIBORU SORBAJATI dikawinkan dengan anak saya
Siraja Enda Enda. Mas kawin apapu akan kami penuhi, tetapi syaratnya putri
abang yang mendatangi putra saya,” kata Tuan Soripada agak kuatir, karena
putranya berwujud kadal.
Akhirnya mereka sepakat. Pada waktu yang ditentukan Siboru Sorbajati
mendatangai rumah Siraja Enda Enda dan sebelum masuk, dari luar ia bertanya
apakah benar mereka dijodohkan. Siraja Enda Enda mengatakan benar, dan ia
sangat gembira atas kedatangan calon istrinya. Dipersilakannya Siboru Sorbajati
naik ke rumah. Namun betapa terperanjatnya Siboru Sorbajati karena lelaki calon
suaminya itu ternyata berwujud kadal.
Dengan perasaan kecewa ia pulang mengadu kepada abangnya Datu Tantan
Debata.
“Lebih baik saya mati daripada kawin dengan kadal,” katanya terisak-isak.
“Jangan begitu adikku,” kata Datu Tantan Debata. “Kami semua telah
menyetujui bahwa itulah calon suamimu. Mas kawin yang sudah diterima ayah akan
kita kembalikan 2 kali lipat jika kau menolak jadi istri Siraja Enda Enda.”
Siboru Sorbajati tetap menolak. Namun karena terus-menerus dibujuk,
akhirnya hatinya luluh tetapi kepada ayahnya ia minta agar menggelar “gondang”
karena ia ingin “manortor” (menari) semalam suntuk.
Permintaan itu dipenuhi Tuan Batara Guru. Maka sepanjang malam, Siboru
Sorbajati manortor di hadapan keluarganya.
Menjelang matahari terbit, tiba-tiba tariannya (tortor) mulai aneh,
tiba-tiba ia melompat ke “para-para” dan dari sana ia melompat ke “bonggor”
kemudian ke halaman dan yang mengejutkan tubuhnya mendadak tertancap ke dalam
tanah dan hilang terkubur!
Keluarga Ompu Tuan Soripada amat terkejut mendengar calon menantunya hilang
terkubur dan menuntut agar Keluarga Tuan Batara Guru memberikan putri ke-2 nya,
Siboru Deak Parujar untuk Siraja Enda Enda.
Sama seperti Siboru Sorbajati, ia menolak keras. “Sorry ya, apa lagi saya,”
katanya.
Namun karena didesak terus, ia akhirnya mengalah tetapi syaratnya orang
tuanya harus menggelar “gondang” semalam suntuk karena ia ingin “manortor”
juga. Sama dengan kakaknya, menjelang matahari terbit tortornya mulai aneh dan
mendadak ia melompat ke halaman dan menghilang ke arah laut di benua tengah
(Banua Tonga).
Di tengah laut ia digigit lumba-lumba dan binatang laut lainnya dan ketika
burung layang-layang lewat, ia minta bantuan diberikan tanah untuk tempat
berpijak.
Sayangnya, tanah yang dibawa burung layang-layang hancur karena digoncang
NAGA PADOHA.
Siboru Deak Parujar menemui Naga Padoha agar tidak menggoncang Banua Tonga.
“OK,” katanya. “Sebenarnya aku tidak sengaja, kakiku rematik. Tolonglah
sembuhkan.”
Siboru Deak Parujar berhasil menyembuhkan dan kepada Mulajadi Na Bolon dia
meminta alat pemasung untuk memasung Naga Padoha agar tidak mengganggu. Naga
Padoha berhasil dipasung hingga ditimbun dengan tanah dan terbenam ke benua
tengah (Banua Toru). Bila
terjadi gempa, itu pertanda Naga Padoha sedang meronta di bawah sana.
Alkisah, Mulajadi Na Bolon menyuruh Siboru Deak Parujar kembali ke Benua
Atas.
Karena lebih senang tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon
mengutus RAJA ODAP ODAP untuk menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR
MULA MULA di kaki gunung Pusuk Buhit.
Dari perkawinan mereka lahir 2 anak kembar : RAJA IHAT MANISIA (laki-laki)
dan BORU ITAM MANISIA (perempuan).
Tidak dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia mempunyai 3 anak
laki laki : RAJA MIOK MIOK, PATUNDAL NA BEGU dan AJI LAPAS LAPAS. Raja Miok
Miok tinggal di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi merantau karena
mereka berselisih paham.
Raja Miok Miok mempunyai anak laki-laki bernama ENGBANUA, dan 3 cucu dari
Engbanua yaitu : RAJA UJUNG, RAJA BONANG BONANG dan RAJA JAU. Konon Raja Ujung
menjadi leluhur orang Aceh dan Raja Jau menjadi leluhur orang Nias. Sedangkan
Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama RAJA TANTAN DEBATA, dan
anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, YANG MENJADI LELUHUR
ORANG BATAK DAN BERDIAM DI SIANJUR MULA MULA DI KAKI GUNUNG PUSUK BUHIT!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar