4 MUSTANG BELANDA SERANG KEDUDUKAN MERIAM REPUBLIK DEKAT KUTARAJA (BANDA ACEH)


Hari itu tanggal 12 Juni, empat buah Mustang Belanda datang dari arah Pulau Sabang yang merupakan pangkalan Belanda. Sampai di atas kota pelabuhan Uleue Lheue keempat pesawat itu menyusur pantai. Seolah-olah mereka ingin mengetahui dan memancing agar meriam yang menyalak menghantam kapal perang Belanda bersuara lagi. Pesawat itu mulai melakukan penembakan. Melihat iring-iringan Mustang Belanda yang terbang agak rendah itu membuat pelayan meriam pantai dan penangkis serangan udara ingin memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.  

Pelayan-pelayan meriam anak buah Letnan Djuned Nurdin tidak membiarkan kesempatan yang baik ini. Peluru segera dimuntahkan ke arah pesawat-pesawat Mustang Belanda itu. Mengetahui ada tembakan dari bawah pesawat-pesawat itu mulai menyebar. Mustang Belanda tidak bisa melakukan serangan serentak untuk membikin “lumat” meriam Republik ini. Sebabnya letak meriam diatas sebuah bukit yang dibelakangnya ada bukit yang lebih tinggi lagi. Hal ini membuat tidak leluasanya pesawat-pesawat menukik menyerang kemudian kemudian naik lagi. Penyerangan terpaksa dilakukan satu demi satu. Satu menukik dan naik, kemudian disusul oleh yang lain. Tapi para pejuang itu sedikitpun tidak gentar. Karena pertempuran darat-udara yang serupa ini memang telah dinanti. 

Dalam pertempuran yang dapat dikatakan cukup seru dan tidak berimbang itu, seorang prajurit yang bernama Djafar saat mencoba mengarahkan laras meriam kena tembak dibagian kening hingga tembus ke belakang. Sementara itu pelayan peluru bernama Ali Diman kena peluru Mustang Belanda hingga kakinya putus. Korban ini jatuh setelah beberapa waktu lamanya pertempuran berlangsung. Karena penentu arah meriam telah gugur dan pelayan peluru terluka, tentu saja meriam itu tidak bisa menyalak lagi. Tapi serangan bertubitubi dari Belanda masih diteruskan. Tiba-tiba entah darimana datangnya awan hitam gelap seolah-olah memayungi tempat bertempur itu, padahal udara waktu itu begitu cerah. Karena awan tebal itu membuat mustang-mustang Belanda menghentikan serangannya.  

Ali Diman seorang prajurit yang gagah berani itu dirawat di Rumah Sakit Umum Banda Aceh. Dalam masa perawatan di RSU Banda Aceh Presiden Soekarno sempat mengunjungi Ali Diman pada juni 1948 sekaligus menyematkan Bintang Gerilya kepadanya. Dan ini merupakan Bintang Gerilya Pertama yang disematkan oleh Presiden. 

Pertempuran darat-udara ini terjadi di bukit Sampe (Gle Gurah) dekat Banda Aceh. Dan dipimpin langsung oleh Letnan Djuned Nurdin Komandan Artileri Laut, Uleu Lhue- Banda Aceh. Diantara begitu banyak Batalyon di Medan Area yang menghadapi pasukan Belanda dengan persenjataannya yang lengkap. Diantaranya terdapat komandan-komandannya antara lain Kapten Trisno Mardjoenet, Letnan A.S.Rangkuty, Sarwin Saragih, Tugimin, Syamsul Sulaiman dan lain-lain. 

* Booklet Peristiwa Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Sumatera Utara, DPD Legiun Veteran RI (LVRI) Prov. Sumatera Utara 17 Agustus 2011
0 Responses


Berita Terkini