Di sebuah sudut sederhana di pedesaan, kehidupan bergerak dalam ritme yang perlahan namun penuh makna. Tidak ada deru kendaraan, tidak ada hiruk pikuk kota. Yang ada hanya tawa riang anak-anak, aroma tanah basah, dan semilir angin yang membawa suara dedaunan bambu bergesekan.
Pada sebuah pagi yang cerah, seorang ayah duduk santai di atas peti kayu, tenggelam dalam lembaran surat kabar. Di sekitarnya, dua anak laki-laki dengan riang berlarian, membantu menyusun tandan-tandan pisang yang digantung di rak kayu sederhana. Salah satu dari mereka bahkan memanjat peti, berusaha meraih pisang dengan tangan kecilnya yang penuh semangat. Semua bergerak alami, tanpa dibuat-buat. Semua mengalir sebagaimana kehidupan di desa: jujur, hangat, dan tulus.
Foto ini menangkap lebih dari sekadar aktivitas sehari-hari. Ia adalah potret tentang kedekatan keluarga, tentang nilai kerja keras yang diajarkan sejak dini, dan tentang rasa syukur atas hal-hal kecil yang sering luput di tengah kehidupan modern.
Di desa, kebahagiaan tak diukur dengan kecepatan koneksi internet atau gemerlap lampu kota. Ia hadir dalam wujud yang sederhana: dalam ikatan keluarga, dalam kegiatan kecil bersama, dan dalam tawa tanpa beban. Waktu seolah melambat, memberi ruang bagi setiap momen untuk benar-benar dirasakan.
Karya ini, yang sempat terpilih untuk ditampilkan di akun resmi Harian Kompas tanggal 29 September 2022, menjadi pengingat indah bahwa kadang, di tempat-tempat yang jauh dari hiruk pikuk, kita menemukan arti kehidupan yang sebenarnya.
Di antara pisang yang menguning, tawa anak-anak, dan ketenangan seorang ayah, ada cerita kecil yang sederhana — namun justru di sanalah letak keajaiban sebuah kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar