SEKILAS KITAB KIDUNG AGUNG


(Saat Teduh
Alkitab membicarakan semua aspek penting yang berhubungan dengan semua kebutuhan manusia, baik aspek spiritualitas maupun aspek jasmani. Tidak ada aspek hidup yang dianggap tabu, tidak penting dan tidak perlu diperhatikan. Kitab Kidung Agung membicarakan mengenai aspek penting yang bersangkut paut dengan kehidupan cinta dan kenikmatan seksual dari dua orang manusia yang telah dipersatukan Tuhan. Kidung Agung mengajar mengenai kehidupan seksual yang benar dan bertanggung jawab dari sudut pandang Tuhan.
Kidung Agung adalah sebuah kitab yang unik dalam kesusasteraan Ibrani. Karena begitu unik, maka begitu banyak variasi tafsiran yang berbeda atas kitab ini. Mulai dari penentuan pengarang, penanggalan, tujuan penulisan, latar belakang sejarah, sampai berapa tokoh yang terlibat dalam kitab ini pun masih menjadi perdebatan hingga sampai saat ini. T.J. Meek dalam The Interpreter’s Bible mengomentari keunikan Kidung Agung seperti ini, “Dari semua kitab dalam PL, tidak ada satu kitab pun yang begitu sulit seperti Kidung Agung yang mempunyai perbedaan pendapat yang bervariasi dalam interpretasinya.”
Berbagai Pendekatan dalam Penafsiran Kitab Kidung Agung
Banyak usaha penafsiran telah dilakukan agar umat Tuhan dapat memahami arti dan tujuan penulisan kitab ini. Pertama, orang Yahudi berpendapat bahwa kitab ini menggambarkan tentang kasih Allah kepada umat Israel. Allah digambarkan sebagai mempelai laki-laki, sedangkan umat-Nya digambarkan seperti mempelai perempuan. Penafsiran seperti ini kemudian diadopsi oleh orang Kristen. Mempelai laki-laki yang mengasihi mempelai perempuan merupakan gambaran dari Yesus Kristus yang mengasihi jemaat-Nya. Penafsiran semacam ini menggunakan pendekatan alegoris yang membuang semua unsur cinta dua orang manusia yang berlawanan jenis dan membuang unsur-unsur erotisme yang ada di dalamnya.
Tentu saja pandangan di atas kurang tepat. Walaupun beberapa penulis Alkitab suka memakai gambaran alegoris suami dan istri untuk menggambarkan hubungan Allah dengan bangsa Israel, kebanyakan dari mereka memberikan gambaran yang bersifat negatif. Bangsa Israel sering digambarkan sebagai istri yang tidak setia dan berkhianat kepada suami-Nya (Yesaya 54:4-5; Yeremia 3:8, 20; Hosea 1:2-9). Selain itu, tidak ada indikasi bahwa kitab ini merupakan alegori kasih Allah kepada umat-Nya.
Kedua, pendekatan yang lain adalah penafsiran dramatis (Dramatical Interpretation) yang mulai dikenal pada akhir abad ke-18 dan menjadi terkenal pada awal abad ke-19, yaitu setelah tafsiran secara alegori mulai berkurang pendukungnya. Robert Gordis menyatakan bahwa tafsiran Kidung Agung secara drama ada dua bentuk, yang didasarkan pada pemeran utama dalam kitab ini. Ada yang beranggapan bahwa dalam Kidung Agung terdapat dua pemeran utama, yaitu Salomo (kadang-kadang menyamar sebagai seorang gembala) dan seorang gadis desa yang disebut sebagai gadis Sulam (Kidung Agung 6:13). Pendapat ini dipegang oleh Franz Delitzch. Ada juga yang berpendapat bahwa dalam kitab ini terdapat tiga pemeran utama, yaitu raja Salomo, gadis Sulam, dan gembala. J.S. Jacobi adalah orang Kristen pertama yang mengajarkan pendapat ini pada tahun 1771.  Kemudian Heinrich Ewald mengembangkan teori ini pada tahun 1826. Pada tahun 1891, S.R. Driver mempropagandakan hipotesa ini. Pendekatan penafsiran ini disebut dengan hipotesa gembala di mana Salomo digambarkan sebagai seorang bad guy yang berhati baik. Maksudnya, Salomo berusaha mendapatkan hati gadis Sulam dengan berbagai macam rayuan, kekayaan dan kemuliaan. Akan tetapi, hati gadis Sulam sudah melekat pada kekasihnya yang menjadi gembala.  Salomo menghargai kasih gadis Sulam kepada si gembala, sebab itu ia membiarkan gadis Sulam kembali kepada kekasihnya.
Meskipun cara penafsiran dramatis memberikan pelajaran yang indah tentang pernikahan, tetapi apakah cara penafsiran dramatis ini dapat dibenarkan? Jika dipelajari secara mendalam, maka terlihat bahwa pendekatan penafsiran ini paling tidak mempunyai dua kesulitan.
Pertama, drama tidak pernah ada dalam kehidupan bangsa Yahudi, demikianlah menurut sarjana Alkitab E.J. Young, Meredith Kline, dan Harrison.
Kedua, kesulitan hipotesa ini adalah ketidaksepakatan dari para penafsirnya akan pembagian dialog dalam kitab ini.
Ketiga, pendekatan penafsiran yang lebih dapat diterima adalah penafsiran secara alamiah atau harfiah. Prinsip dasar pandangan ini adalah bahwa kitab ini merupakan syair yang memuji cinta manusia. Kidung Agung adalah satu-satunya kitab yang bergenre sajak cinta (love poem genre) yang menggambarkan kehidupan dua orang kekasih yang menjalin hubungan cinta. Sebab itu, tidak berlebihan jika kitab ini disebut sebagai kitab mengenai cinta sejati yang menebus dan memulihkan cinta yang telah jatuh di Taman Eden, karena kitab ini bertujuan untuk menjawab kecenderungan anggapan bahwa seks itu buruk. Sesungguhnya, hubungan seksual yang dilakukan oleh suami dan istri dalam koridor pernikahan tidaklah buruk, melainkan indah. Hubungan seksual tidak dimaksudkan untuk menghasilkan perasaan bersalah, melainkan untuk menghasilkan kepenuhan hidup dalam koridor pernikahan yang kudus.
Garis Besar Kitab Kidung Agung
Kitab Kidung Agung tidak menunjukkan pembagian yang jelas, namun demikian di bawah ini adalah garis besar yang diusulkan oleh penulis.
Bagian Pertama(1:1-2:7). Seorang gadis muda bercerita tentang cinta sejatinya. Ia menyebut kekasihnya sebagai “sang raja” (1:4). Kemudian, gadis ini dan kekasihnya mempersembahkan kidung cinta yang penuh dengan gambaran yang menggairahkan indra penglihatan, penciuman, dan cita rasa.
Bagian Kedua(2:8-3:5). Si gadis bermimpi tentang kekasihnya yang datang di bawah jendelanya. Sang kekasih menyanyikan lagu cinta bagi si gadis muda. Si gadis mencari kekasihnya ketika ia berbaring di tempat tidur, tetapi kekasihnya tidak ada di sana, sebab itu ia pergi ke jalan untuk mencarinya.
Bagian Ketiga(3:6-5:1). Bagian ini dimulai dengan gambaran tentang pernikahan yang megah (3:6-11), dilanjutkan dengan pujian si pemuda (4:1-15). Sigadis mengundangnya untuk memasuki “kebunnya” dan menikmati buah-buah dan rempah-rempahnya (4:16-5:1).
Bagian Keempat(5:2-6:3). Mimpi kedua si gadis yang mengisahkan bahwa kekasihnya datang ke kamarnya, tetapi ketika ia tidak ada di sana, si gadis muda berkeliling untuk mencarinya (5:2-8). Sang gadis memuji kekasihnya dihadapan puteri-puteri Yerusalem (5:9-16). Ia mengungkapkan keyakinan yang teguh bahwa ia adalah milik kekasihnya dan sebaliknya (6:1-3).
Bagian Kelima(6:4-8:4). Kekasihnya memuji si gadis sebagai satu-satunya yang diinginkannya di atas segala-galanya (6:4-10). Kekasihnya dan para sahabatnya membicarakan kecantikan si gadis (6:10-7:13). Si gadis mengundang kekasihnya untuk pergi ke rumah ibu si gadis, tempat mereka bersiap untuk mewujudkan impian cinta mereka (8:1-4).
Bagian Keenam(8:5-14). Perkataan-perkataan klimaks dari si gadis mengenai kekuatan cinta yang menjelaskan bahwa cintanya tidak dapat dibeli oleh siapa pun karena ia hanya memberikan kebun anggurnya (tubuhnya) kepada orang yang dicintainya.
Kontribusi Teologis
Kidung Agung sangat relevan bagi kebutuhan zaman ini untuk menjelaskan pemahaman seks yang benar dan kudus. Selain itu, kitab ini juga dapat menjawab dua ekstrim yang salah mengenai seksualitas yang berkembang saat ini. Di satu pihak, ada pandangan yang memahami seks sebagai sesuatu yang kotor sehingga tabu untuk dibicarakan, apalagi dilakukan. Bagi orang yang berpandangan seperti ini, seks hanya dipakai sebagai alat untuk mendapatkan keturunan dan tidak layak untuk dibicarakan di depan umum.        ]
Di pihak lain, ada juga orang yang menganggap pemahaman mengenai seks tidak perlu ditutup-tutupi, sehingga cenderung mengarah kepada eksploitasi seks. Seks dalam pengertian seperti ini tidak lebih dari pengumbaran hawa nafsu sehingga seks diperlakukan secara tidak bertanggung jawab. Berlawanan dengan dua pandangan yang ekstrim tersebut, Kidung Agung tampil untuk menegaskan bahwa seks itu benar dan kudus, pemberian Allah untuk dinikmati oleh pasangan suami-istri yang telah dipersatukan Tuhan dalam pernikahan yang kudus. Kitab ini mengajarkan bagaimana setiap pasutri dapat menikmati hubungan seksual, sehingga mereka dipersatukan dalam kasih yang suci yang Tuhan pakai sebagai alat anugerah-Nya bagi kepenuhan hidup mereka dan bagi alat reproduksi sehingga menggenapi firman Tuhan yang mengatakan, “… Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu ….” (Kejadian 1:28b).
0 Responses


Berita Terkini